Kebanyakan orang bilang kehidupan ini
selalu berputar, kadang di atas kadang di bawah. Namun tidak denganku,
kehidupanku terjungkal menuju sebuah jurang yang teramat dalam. Setiap hari, kuhanya bisa termenung dan terdiam pasrah
mendengar alunan lagu yang dilantunkan orangtuaku.
Nadanya hanya itu-itu saja. Kalau disubtitusikan
dengan dunia musik, lagu yang dibawakan orangtuaku sebanding dengan lagu-lagu death metal. Lagu yang bisa bikin
pusing, memekakan telinga dan menaikan tekanan darah bagi orang-orang yang
tidak biasa mendengarnya.
Tak pernah kubayangkan, sesuatu yang dulunya
selalu indah, tenang dan damai semuanya hancur hanya karena sebuah permainan
cinta. Slogan rumahku istanahku sekarang nggak berarti lagi bagiku. Harta
ternyata bukanlah kunci pembawa kebahagiaan. Kasih sayanglah yang dapat
menghantarkan kita menuju kebahagiaan.
Ah tak apalah rumahku jadi nerakaku, yang
penting aku nggak masuk kedalam lubang neraka dunia yaitu drug. Pokonya say no to drug!
Aku janji, meskipun keadaan rumah “semrawut“, tak akan kulampiaskan dalam suatu
kemunafikan.
Bekerja sama dengan pamanku yang tak lain
adalah seorang polisi, aku diberi kepercayaan untuk melakukan pekerjaan yang
beresiko tinggi. Aku menyebutnya Ghost for
Druger. Memang sedikit ngawur sih namanya. Jadi akulah adalah setan yang di
takuti druger.
Bagiku, resiko itu tantangan menyenangkan dan
di situlah sensasinya. I had broken home
so, tak ada yang perlu kupedulikan selain melihat kebahagiaan dan
ketenangan orang-orang yang ada di sekitarku. Kapan generasi ini maju jika
tidak dibiasakan berjuang menghadapi kehidupan yang keras sejak dini. Usia
bukanlah hambatan untuk melakukan suatu hal besar yang berguna.
Pagi ini, cuacanya mampu melepaskan semua
bayangan hitam kelam dalam hidupku.
“Eh anak mami sekarang sudah berubah ya,
nggak biasanya kamu bawa mobil sendiri.“Cetus Sesil sahabatku dengan nada
mencibir.
“Karena aku akan menjalankan misiku. Sepulang
sekolah aku mau buntutin kakakku lantas mengambil kesempatan dalam kesempitan. Alasannya
tahu sendirikan kemarin Rere bilang apa?“Jawabku.
“Owh iya karena kakakmu menjadi korban
penyalahgunaan narkoba itu ya?“Sahutnya.
“Iya,
belum lama ini. Radit yang memberitahuku. Awalnya aku sih cuek aja, mana
mungkin kak Vina seperti itu. Dia-kan lagi sibuk ngerjain tugas kuliahnya. Eh
beberapa saat kemudian aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, dengan santainya
lagi ngepulin asap rokok di angkringan kali code.“Jawabku lirih.
Bel pulang telah berbunyi nyaring sekali.
Tak sabar aku ingin menuju ke lokasi. Kukemudikan mobil dengan kecepatan penuh.
Namun belum lama kumengemudi, mataku tertuju pada salah satu restauran. Akupun
lekas memijak rem mendadak. Kulihat mama sedang have lunch. Dengan girang aku keluar dari mobil.
“Dalam hati aku berkata, wah asyik makan
gratis lengkap sama ortu. Belum sempat sampai tujuan, kakiku enggan melangkah,
langsung kupalingkan wajahku.
“Kukira dengan papa, ternyata.....?“
Akupun langsung tancap gas. Batinku
menjerit, hatiku menangis. Kalau seperti ini, ingin kuikuti jejak kak Vina.
Tapi itu juga percuma. Semakin menyakitkan karena sama saja dengan bunuh diri
secara perlahan.
Di dalam kerapuhan hatiku, aku tetap
bersikeras mengembalikan kakakku di dalam keluargaku. Aku yakin ada sepucuk
kebahagiaan dalam hidup ini. Beberapa saat kemudian kulihat segerombolan anak
muda. Wah, inilah saatnya...
Akupun mulai memainkan strategi A yaitu
menjebaknya dengan menelpon terlebih dahulu lantas memberinya iming-iming uang
selanjutnya menyekapnya sekuat tenaga dengan borgol yang kupinjam dari paman.
Setelah itu, gantian paman yang bertindak. Tugasku berakhir dengan membawa kak
Vina ke pusat Rehabilitasi.
Dag dig dug der....! Jantungku tak
terkendali. Kak Vina mulai mendekati mobilku. Tanpa curiga dia masuk mobil dan
akupun melancarkan aksiku memborgol tangannya saat dia membelakangiku.
Dia
berteriak, tak lama kemudian teman-temannya mendengar. Akupun bergegas menekan
tombol otomatis penutup plat nomor mobilku biar nggak jadi incaran. Tanpa pikir
panjang kutancap gas.
Mobil melaju dengan kecepatan penuh.
Kakakku terus berteriak hingga membuat pikiranku semakin balau. Di tengah
perjalanan, semua masalah membayang-bayangi hingga membuyarkan konsentrasiku.
Bayangan mama, papa, teriakkan kak Vina. Akupun berteriak untuk meluapkan
semuanya sambil menambah kecepatan mobil. Haaarrrgghttt.........!!!!!!
“Brakk..........
“Sebenarnya
apa sih yang kamu pikirkan? Kelihatannya diam dan memperhatikan kedepan
namun ternyata pikiran ketempat lain? Tak usah banyak alasan kamu, nanti temui saya
di ruang BK waktu istirahat. Sekarang, silahkan belajar diperpustakaan saja!
Khusus hari ini tidak usah ikut pelajaran saya!“
Seorang
guru Matematika memukul mejaku dan mengeluarkan semburannya. Aku hanya bisa
memasang tampang bego. Dengan pasrah akupun keluar. Batinku terus menggerutu
menyalahkan diriku sendiri.
Bodoh banget sih aku. Kenapa tadi tidak
melawan? Kalau membantah sedikitkan masih bisa berada didalam kelas. Tidak
seperti sekarang, kelontang-kelantung kesana-kemari sendirian seperti bocah ilang.
Huh........!!
***
Angin yang bertiup kencang, tak sebanding
dengan cuaca yang ada. Anginnya sejuk tapi kok udaranya panas. Huh..... membuat
tubuh nggak stabil aja. Belum lagi keadaan rumah yang “gersang” (gerah merangsang).
Gila, pikiranku semakin nggak terarah semenjak cuaca berganti. Mungkin juga
karena sudah semakin terjajah dengan yang namanya teknologi.
Kebetulan ini malam adalah malam minggu. Malam
yang menurut banyak orang adalah malam spesial. Kalau menurutku sih, malam ini biasa
aja. Rumahku sepi seperti makam, ingin keluar malas. Akhirnya, kuputuskan untuk
duduk di ruang tamu sendirian memandang pemandangan di luar rumah melalui jendela
kaca yang tembus dari dalam.
Terdengar berita di TV nasional yang kubiarkan
menyala tentang era global yang dapat menjadi setan-malaikat generasi muda
negara kita. Kuterdiam, terhanyut dan terenyuh pada suatu hal yang selalu
kuimpikan. Hal yang selalu membawaku dalam imajinasi.
Hemm..... Negara ini, negara yang
berkharisma, kaya akan kebudayaan, sumber daya alam dan terkenal akan
keramahtamahan. Semua itu dapat dimanfaatkan dan dijadikan aset untuk memajukan
negara ini. Sayangnya Sumber Daya Manusianya yang belum mampu menjangkaunya.
Apalagi sekarang ini, moral Negara ini
semakin terancam dengan musuh dalam selimut yaitu teknologi. Gaya hidup
hedonismepun semakin mewabah. Wah, pasti jadwalku padat sekali nih karena harus
bekerja keras untuk mensosialisasikan tentang sikap antisipastif akan ancaman
global khususnya untuk generasi muda kota Yogyakarta tentunya.
Fiuh......... Setiap pulang dari sekolah langsung
berangkat ke Carpe Diem School.
Sebuah lembaga pendidikan di Jogjakarta yang program belajarnya hampir
menyerupai sekolah pada umumnya bimbingan belajar namun programnya lebih
komplek. Di sini kita diberi keleluasaan untuk mengembangkan bakat sesuai
keinginan kita. Ya.... bisa dibilang, Justice
for Liberate Education. Untuk masuk sekolah
ini, harus melalui proses yang rumit. Para
siswanya kebanyakan anak-anak broken home
yang tetap berprestasi.
Sejarah
Carpe Diem School sangat simple ternyata. Intinya, kata Carpe Diem yang berasal dari bahasa
Yunani dan bermakna raihlah kesempatan itu diambil karena keberhasilan Bapak
Pendirinya yaitu Alm Prof Dr Joko Adore sepulang study banding dari kota Roma
Italia. Menurut sejarahnya, sebelum pulang menuju Indonesia, orang-orang di
sana selalu mencetuskan kata carpe diem
berkali-kali. Itulah yang membuatnya terinspirasi untuk mendirikan Carpe Diem School.
Di sekolah ini, aku terpilih menjadi ketua
Organisasi Siswa sehingga harus aktif, cekatan, ulet dan terampil. Hari ini
akan diadakan rapat OSIS dan aku yang akan memimpinnya. Namun, entah kenapa dari tadi perasaanku tidak tenang.
Mulailah aku beraksi mempresentasikan program kerjaku tentang sosialisasi program
cinta budaya berupa Parodi Budaya Pancaroba. Maksudnya adalah sebuah
parodi budaya peralihan dari budaya tradisional menuju kebudayaan modern.
Hal tersebut menggambarkan tentang
duplikasi jaman yang berbeda namun tetap bisa koheren. Intinya kita
harus selalu selektif dalam menyaring pengaruh polusi budaya era global. Jadi, kita
tetap harus berkreasi untuk menciptakn sesuatu yang baru yang dapat merubah
citra kebudayaan kita menjadi lebih baik lagi tanpa melupakan dan meninggalkan
kebudayaan tradisional.
Parodi
ini akan diisi dengan pembacaan puisi lama, puisi modern, tarian lama, tarian
modern, musik lama, musik modern dengan berbagai aliran seperti punk, rock,
metal dan pop. Selain itu, berbagai pameran-pameran benda-benda tradisional dan
modern seperti gerabah, batik dan lukisan serta foto-foto karya kita sendiri
terpajang.
Tak lupa fantasia IPTEK yang telah
berkembang pesat di negeri ini menjadi hidangan special dalam acara ini.
Pengenalan teknologi canggih dan ramah lingkungan misalnya mobil hybrid yang
ramah lingkungan karena bisa menekan jumlah emisi gas karbon yang keluar. Serta
perkembangan ilmu pengetahuan sehingga terciptalah ide baru yaitu pertambangan
minyak bumi less CO2. Pertambangan ini, menjebak CO2 di
dalam tanah.
Semua icon dipadukan jadi satu meski dalam
panggung yang berbeda-beda sehingga jikalau ada orang yang dari rumah hanya
berniat menyaksikan salah satu pertunjukan misalnya lawak, pasti secara tidak
langsung menyaksikan ataupun hanya sekilas melihat pertunjukan lain sehingga
penasaran dan tertarik.
Meski perkembangan global yang ditonjolkan,
bukan berarti kita meninggalkan nilai tradisionalisme. Di sini kita harus
menyeimbangkan antara keduanya. Parodi Budaya tersebut bertajuk perpaduan dua
jaman yang sama-sama menggelorakan jiwa sehingga dapat menyadarkan pengunjung
bahwa kita juga harus selalu menengok kebelakang untuk memetik pelajaran dan
menjadikannya bekal di masa depan. Dengan begitu orang-orang pasti tertarik
datang.
“Halah, acara seperti itu nggak ada
kerennya sama sekali. Ngapain kita ngurusin kebudayaan? Lha wong Amerika yang
budayanya seperti Free seks, minum-minuman
beralkhohol saja bisa maju kok. Nggak pengaruh........ Ngapain kita harus
bersusah payah untuk mengubah moral kita? Moral itu nggak menjanjikan perubahan
negara, apalagi kebudayaan. Shit!“
“Lhoh siapa bilang? Itu semua berpengaruh
besar. Amerika tetap bisa maju meski seperti itu kelakuannya karena bisa
dibilang itu adalah kebiasaan dari kebudayaan mereka dan mereka menjunjung
tinggi kebudayaannya. Sedangkan itu bukan merupakan kebiasaan dari kebudayaan
negara kita. kita. Kita mempunyai kebiasaan dan kebudayaan sendiri yang harus
dijunjung tinggi. Bila kita menjunjung tinggi kebudayaan kita sendiri, Insya
Allah kita bisa lebih maju dari negara-negara Barat.“
Aku mengelakkan pendapat temanku. Aku
mendapat senyuman hangat.
“Great...!“cetus
guru pembimbingku.
Seusai rapat aku langsung bergegas pulang
karena perasaanku nggak karuan.
“Aneh, harusnya akukan merasa
senang?“Batinku.
Kunaiki sepeda motorku dengan perlahan
melewati tikungan tajam depan sekolahku. Tapi sial, mobil yang berada di
depanku mendadak berhenti. Aku berteriak sambil tetap mengerem.Namun tetap saja
tabrakan tak dapat terelakkan.
“Gubrak“
“TANIYA BUKA PINTUNYA.........!!!!“
Suara mama, menggema hingga membangunkanku.
Tak terasa ternyata sepulang kutertidur sekolah hingga larut malam bahkan belum
sempat berganti pakaian.
Yah, begitulah aku. Taniya Aryaz, seorang
cewek yang suka musik cadas, pemimpi dan kebal dengan yang namanya dimarahin.
Celotehan itu makanan sehari-hariku dirumah, sekolah bahkan di tempat umum.
Akulah cewek istimewa yang bisa menuntun
jalanku dan mengambil sebuah pelajaran hidup melalui imajinasiku. Aku akan
selalu berimajinasi untuk mewujudkan semua cita dan asa. Menjaga negeri ini
agar selalu berjaya karena aku-lah seorang IMAGINER.
-nTV-
(in memorian 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar