Sabtu, 24 Desember 2011

Goresan Putih di Jalan Abu-abu


Setiap orang, mampu merasakan kesenangan dengan sudut pandangnya sendiri. Rasa senang itu akan berbeda satu dengan yang lainnya, namun perbedaan itulah yang menjadikan dunia ini lebih berwarna.
Hari ini, aku sengaja melaju di pagi buta agar dapat melihat perubahan yang memilukan. Sebelum matahari mulai menampakkan batang hidungnya, aku sudah mengeluarkan sepeda kesayanganku yang tingginya hampir 2 meter ini. Aku kayuh perlahan sambil menikmati setiap sudut penjuru kota, dan merasakan sejuknya angin yang masih segar.
Saat mengayuh sepedaku, selalu terlintas pikiran yang terkadang tidak masuk akal. Seandainya saja banyak orang yang mengayuh sepeda seperti ini, pasti negara ini akan lebih maju karena akan ada banyak orang yang mampu memaknai hidup. Sayangnya kebanyakan dari mereka hanya memandang keanehan dari sisi buruknya.
Padahal inilah yang namanya hidup. Melihat sesuatu secara luas dan tetap melaju kedepan apapun resikonya. Sesekali melihat kebelakang dan tetap melihat kebawah meski sudah berada di atas. Benar-benar sepeda istimewa yang mampu membuat seseorang berpikir lebih positive apabila dapat memaknainya.
Tenang sekali jalan abu-abu ini, masih sepi. Hanya aku yang melewatinya. Sesekali kulihat jalan ini tergores garis putih. Apakah garis putih itu tanda bahwa jalan abu-abu ini terluka? Sesekali terlhat bekas lukanya begitu banyak. Berjejer-jejer dan terkadang memanjang dan terputus-putus seperti sayatan.
 Tetapi siapa yang melukai? Segala sesuatunya bergerak sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan. Ah, apa-apaan ini? Aku memang orang aneh, anti kemapanan dan selalu mencari sensasi, tetapi bukan berarti pikiranku  aneh seperti ini.
            Pikiran tersebut terus membayangi setiap jalanku hingga akhirnya matahari mulai menmpakkan batang hidungnya. Jalannan yang tadinya tenang seketika menjadi ramai dengan segala hiru-pikuknya.
            Akupun melihat kebawah dan sesekali melihat kebelakang, terus melaju dan melaju. Sayatan garis putih yang telah menggores jalan abu-abu sedikit memudar dari pandanganku karena banyak kendaraan lain yang beradu kecepatan saling mendahului.
            Akupun bergumam, “Naik kendaraan mewah kok “ceniningan, eman-eman” belinya mahal-mahal.
 Biasanya tidak kuhiraukan lampu merah pemutus jalanku. Namun, kali ini kucoba taat kepada aturan. Kusandarkan tanganku pada sebuah mobil untuk menompang keseimbangan sepedaku agar tetap berdiri, menunggu lampu merah menjadi hijau sambil melihat sekeliling.
“Dasyat, gumamku lagi.”
Goresan yang berjejer-jejeran banyak tetap terlihat dan akupun kaget melihat semua kendaraan berhenti dan mempersilahkan para penyeberang berjalan. Sebuah sistem yang hebat, memberikan kebijaksanaan kepada mereka yang memanfaatkan jasa tenaga kakinya.
Akupun semakin tertarik mengamati goresan putih di setiap jalan abu-abu. Goresan yang berjajar banyak, menyatukan kekuatan untuk membuat suatu kebijakan. Meskipun aku amati, jajaran goresan ini, mayoritas dilewati oleh rakyat kecil yang memaksimalkan jasa kakinya untuk menyusuri jejak kehidupan menuju kesuksesan.
 Berbeda dengan goresan putih yang memanjang dan terputus-putus di jalan abu-abu.  Meskipun kaum elite yang sering melaluinya, namun hanya menjadi ajang untuk adu kekuatan. Menjadi yang tercepat dan yang pertama untuk kepentingan pribadi tanpa memikirkan yang lainnya.
Berbeda lagi apa bila jalan abu-abu hanyalah jalan abu-abu. Semua berbuat sesuka hati tanpa ada batasan yang mengatur setiap tindakannya. Yah, hanya keseimbanganlah yang membuat kehidupan ini damai.
Ehm, aku tahu jawaban dari semua pertanyaan ini. Meskipun tampak aneh, tapi ternyata hal ini tidak aneh. Apabila memang goresan putih di jalan abu-abu itu adalah bekas luka, mungkin jajaran garis putih adalah bekas luka yang sangat dalam. Dia sering terluka sehingga dapat lebih bijaksana karena dia mampu mengambil pelajaran dari setiap goresan putih yang melukainya.
Sangat mengasyikan. Goresan yang penuh dengan makna kebijaksanaan tersirat dalam goresan putih di jalan abu-abu.

-nTV-
(Koran Minggu Pagi, 1 Oktober 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar